Jakarta – Kedaulatan pangan merupakan hak setiap bangsa untuk memproduksi pangan secara mandiri dan menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan. Dalam mewujudkan kesejahteraan warga kota jakarta melalui penguatan kedaulatan sangat erat hubungannya dengan kemandirian pangan serta ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlu adanya workshop mengenai penguatan kedaulatan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan warga kota Jakarta yang mana kebutuhan pokok Jakarta bergantung 95% pada kota lainnya. Terutama kebutuhan beras Jakarta dapat mencapai 2700 ton per harinya. dengan workshop yang digelar ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan pangan dengan mengoptimalisasikan program pengendalian inflasi sesuai dengan arahan pemerintah Indonesia melalui kerangka 4K yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi & komunikasi efektif.
Tingkat inflasi di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh komponen harga bergejolak (volatile food), sehingga pengendalian inflasi pangan menjadi kunci penting. Namun, pengendalian ini menghadapi tantangan seperti disparitas harga antar wilayah dan volatilitas yang tinggi akibat anomali cuaca dan keterbatasan infrastruktur pertanian.
Upaya menjaga stabilitas pasokan dan distribusi pangan sangat berperan penting untuk mempertahankan kestabilan harga.
Adapun langkah strategis pada workshop yang digelar yakni pertama dengan menganalisis dan merumuskan strategi penguatan ekosistem pangan Jakarta yang inklusif dan berkelanjutan. Kedua, mengidentifikasi peran stakeholder dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. Ketiga, menyusun rekomendasi strategis yang aplikatif bagi pemerintah dan masyarakat. Dan yang terakhir yakni membangun sinergi antara pemerintah, BUMD, akademisi dan masyarakat dalam menciptakan sistem pangan yang efisien. paparnya , Jakarta Pangan Watch/Lembaga Advokasi Konsumen Pangan Nusantara sukses menggelar Workshop Ketahanan Pangan yang menjadi momentum strategis dalam merumuskan kebijakan pangan yang lebih kuat dan berkelanjutan bagi masyarakat Jakarta. yang digelar dengan kolaborasi antar unsur stakeholder papar Ageng sebagai ketua pelaksana Jakarta Pangan Watch
Kegiatan ini mendapat apresiasi langsung dari Gubernur Terpilih Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung, yang menegaskan pentingnya membangun kedaulatan pangan di ibu kota, terutama di tengah keterbatasan lahan dan meningkatnya kebutuhan pangan akibat urbanisasi.
“Saya sangat mengapresiasi inisiatif ini. Ketahanan pangan bukan hanya soal kecukupan bahan makanan, tetapi bagaimana memastikan akses pangan yang adil, merata, dan terjangkau bagi seluruh warga. Pemerintah Provinsi Jakarta siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menciptakan sistem pangan yang lebih kuat dan mandiri,” ungkapnya.
Selain itu, Pramono juga menekankan bahwa Food Station akan terus didorong untuk mengembangkan produk dan kerja sama strategis guna memastikan stabilitas harga dan pasokan pangan.
Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, menegaskan komitmen institusinya dalam menyediakan akses pembiayaan bagi petani, nelayan, distributor, dan pelaku usaha pangan. “Bank DKI siap mendukung digitalisasi dan inovasi dalam rantai pasok pangan agar lebih efisien dan transparan. Selain itu, kami juga akan berkolaborasi dengan sektor swasta dalam memperkuat infrastruktur distribusi dan penyimpanan pangan di Jakarta,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa diversifikasi pangan perlu menjadi agenda prioritas, agar masyarakat memiliki pilihan konsumsi yang lebih luas dan tidak bergantung pada satu komoditas saja.
Syaiful Bahari, pakar kebijakan pangan dan pengajar Universitas Sains Indonesia (USI), turut menyampaikan perspektif akademis dalam diskusi ini. Menurutnya, indeks kesejahteraan masyarakat dapat diukur dari seberapa besar produksi dan konsumsi karbohidrat yang tersedia, sehingga sangat penting bagi Jakarta untuk tidak hanya menjadi kota konsumsi tetapi juga memiliki peran strategis dalam solusi ketahanan pangan nasional.
Ia mendorong agar regulasi Cadangan Pangan Daerah (CBPD) segera disusun dan diterapkan guna mengantisipasi krisis pangan serta memastikan ketersediaan stok pangan dalam kondisi normal maupun darurat. “Saatnya kita bergerak dari sekadar ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan,” tegasnya. Selain sektor pemerintahan dan industri, peran akademisi juga menjadi faktor penting dalam membangun sistem pangan yang berkelanjutan.
Dalam kesempatan ini, Rektor Universitas Sains Indonesia, Dr. Ir. Endah Murtiana Sari, ST, MM, menyatakan kesiapannya untuk menjadikan USI sebagai mitra strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan Jakarta. Hal ini dibuktikan degan penandatanganan MoU kerjasama atra Jakarta Pangan Watch dengan Universitas Sains Indonesia dalam mewujudkan tujuan tersebut.
Beliau menegaskan bahwa peran mahasiswa dan akademisi dalam riset, inovasi, serta pemberdayaan masyarakat akan menjadi bagian integral dalam implementasi program ini. “Universitas tidak hanya menjadi pusat keilmuan, tetapi juga harus hadir sebagai bagian dari solusi. Kami siap mengerahkan sumber daya akademik untuk mendukung kebijakan pangan yang lebih inklusif dan berbasis data,” ungkapnya.
Dengan keterlibatan aktif mahasiswa dalam penelitian, pendampingan komunitas petani perkotaan, dan pengembangan teknologi pangan, diharapkan upaya membangun ekosistem pangan Jakarta yang mandiri dan berkelanjutan dapat lebih cepat terwujud.
Ketua Jakarta Pangan Watch, Lukman Hakim, menegaskan bahwa workshop ini bukan sekadar diskusi, tetapi menjadi langkah konkret dalam membangun ekosistem pangan yang lebih kuat dan inklusif. Seluruh narasumber, termasuk para direktur utama Food Station dan Bank DKI, akademisi, serta para pengamat kebijakan publik, sepakat untuk mengawal dan memonitoring ketersediaan serta keterjangkauan harga pangan di Jakarta. (Lis)